Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Beruang Madu means Honey Bear in Indonesian, the name given to the Sun Bear which can be found across SE Asia. This short educational film was commissioned by KWPLH (Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup) based outside of Balikpapan in East Kalimantan. It is now part of its educational exhibition where visitors and school children come to learn about the sun bears. The film was made for the Indonesian audience, it is deliberately didactic and informative.
11 min - 2011 - Indonesian version with English sub-titles
Acknowledgments for the shoot
Acknowledgments for the post-production
Beruang madu (Helarctos malayanus) adalah spesies beruang terkecil di dunia dan salah satu yang paling sedikit dipelajari. Mereka mendiami hutan tropis Asia Tenggara, mulai dari ujung timur India, Bangladesh, melalui Burma, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia dan pulau-pulau Sumatra dan Kalimantan.
Sepanjang jangkauan mereka, beruang madu sedang terancam oleh perusakan habitat, kebakaran hutan berskala besar, perburuan untuk empedu dan bagian tubuh lain dan perdagangan hewan peliharaan ilegal. Ancaman utama untuk populasi beruang madu liar di Indonesia adalah hilangnya habitat. Hal ini pada gilirannya menimbulkan konflik antara manusia dan beruang sehingga beruang didorong keluar dari habitat alami mereka dan kadang-kadang masuk ke kebun dan memakan tanaman.
Beruang madu telah dilindungi di Indonesia sejak 1973. Ini adalah ilegal untuk diperdagangkan atau memiliki beruang madu dan bagian-bagian tubuhnya. Meskipun perlindungan hukumnya yang cukup bagus di atas kertas, pada hakikatnya penegakan hukum di Indonesia masih lemah dalam pelaksanaannya. Hal ini juga berlaku bagi banyak spesies langka dan terancam punah lainnya seperti orangutan, bekantan, dan macan tutul. Hutan-hutan Dipterocarpaceae dataran rendah Kalimantan sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Sayangnya, hutan ini cepat dihancurkan oleh penebangan pohon yang berlebihan, konversi menjadi perkebunan kelapa sawit, dan kebakaran hutan. Tanah longsor, erosi, kekeringan lokal dan banjir, yang meningkat frekuensinya karena eksploitasi yang berlebihan dan perusakan.
Pada tahun 1997, Gabriella Fredriksson memulai penelitian jangka panjangnya pada beruang madu di Hutan Lindung Sungai Wain. Hutan, terletak dengan batas-batas Balikpapan, merupakan rumah bagi sekitar 50-100 beruang madu liar. Penelitian Gabriella dan upaya konservasinya yang menghasilkan publisitas dan perhatian yang terfokus pada beruang madu. Pada tahun 2002, Balikpapan, salah satu kota terbesar di Kalimantan-Indonesia, mengangkat beruang madu sebagai maskot resminya.
Sebagai spesies rentan punah, beruang madu di Kalimantan butuh organisasi yang mampu merawat individu terlantar dan membela kebutuhan mereka. Sayangnya, di Kalimantan, organisasi seperti ini terbatas jumlah dan sumber dayanya. Jadi, di tahun 1997, ketika pemerintah Indonesia meminta kami merawat seekor beruang, kami tidak bisa menolak. Rencana awalnya adalah mencarikan rumah bagi beruang, karena meski berpengalaman merawat orangutan, kami pemula dalam merawat beruang madu. Namun ternyata tidak ada organisasi yang benar-benar bisa diandalkan menangani beruang-beruang ini, dan jumlah beruang yang kami terima terus meningkat. Saat ini, kami mengeluarkan seluruh kemampuan untuk memberikan hidup yang berkualitas bagi para beruang yang kami rawat, tetapi kami tidak secara aktif menyelamatkan beruang madu atau memperbesar program suaka ini.